Kamis, 03 Mei 2012

My Mother Asked For It


Pada setiap sesi wawancara bahasa Inggris bagi perwira yang akan diberangkatkan ke luar negeri,  baik itu karena penugasan, pendidikan atau yang lain,  kadang terjadi hal-hal menarik untuk disimak malah kadang agak lucu .   Untuk kali ini kebetulan saya yang ditugasi untuk menghadapi calon dalam sesi wawancara itu.
Saya sengaja mencoba menanyakan dua hal kontradiktif-aktual yang dihadapi personel itu saat ini.  “Mengapa anda tetap berniat menempuh pendidikan luar negeri ini sedangkan sebenarnya anda masih punya kesempatan besar untuk menempuh jenis pendidikan yang sama di dalam negeri..?”,  tanya saya.  “Apakah itu karena alasan prosperity atau ada alasan lain yang bisa anda sampaikan..?”
Dengan pertanyaan itu sebenarnya saya mengharapkan ada alasan-alasan logis yang keluar dari mulut personel tersebut sehingga diskusi menjadi lebih berkembang.  Namun saya dibuat agak terkejut saat mendengar beberapa alasan yang sebenarnya lebih pada alasan pribadi.  “Saya pernah bertanya kepada ibu saya dan menurut pendapatnya, pendidikan di luar negeri jauh lebih bagus”,  dia mencoba berargumen.   Dan  tiba-tiba, “Ting…!”  Sinyal di otak saya berbunyi dan mengatakan bahwa itu bukan jawaban yang saya inginkan.
Sebelum dia menyelesaikan seluruh argumennya,  saya mencoba memotong dengan menekankan kembali apakah alasan utamanya karena prosperity,  karena selama pendidikan nantinya dia akan memperoleh allowance yang cukup besar.  Jawaban berikutnya sekali lagi membuat saya terkejut.   “Dari hasil diskusi dengan ibu saya,  kami tak pernah mempertimbangkan masalah keuangan itu.  Bagi kami,  bisa menempuh pendidikan di luar negeri saja sudah merupakan kebanggaan.”   Hhmmm…   Lalu saat berikutnya saya tidak tega untuk menanyakan lebih lanjut apakah sebegitu dominan peran ibu bagi seorang perwira seperti anda.
Sebenarnya saya menginginkan jawaban logis dari personel itu tentang alasan utama mengapa dia memutuskan untuk mengambil kesempatan pendidikan itu.   Bukan karena kata orang lain,  tapi terlebih apa alasan utamanya menurut dirinya sendiri.  Namun sampai akhir sesi tersebut,  saya tak berhasil mendapatkan jawaban memuaskan yang saya harapkan.   Setelah menyelesaikan sesi wawancara tersebut,  saya mencoba menganalisis barangkali ada yang salah dalam pertanyaan saya  atau memang ada semacam gejala baru bahwa peran seorang ibu begitu dominan bahkan untuk mengambil keputusan penting bagi seorang perwira.
Mudah-mudahan untuk pertanyaan yang lebih penting seperti,   “Kenapa tembakan anda arahkan pada  kelompok demonstran yang jelas tak bersenjata..?”,  takkan pernah terdengar jawaban,  “Because my mother asked for it.”
Sekedar berbagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar